“Cara
terbaik menjawab teka-teki rasa adalah dengan berhenti mencari jawabannya.
Berhentilah mencari tahu apa dan bagaimana perasaannya. Berhentilah menerka-nerka
setiap huruf yang ia reka. Berhentilah menghubung-hubungkan keadaannya dengan
keadaanmu. Berhentilah mencari tahu semua jawaban teka-teki itu. Karena ini
teka-teki rasa, semakin kamu menebak, semakin hilang kemurnian rasanya. Semakin
banyak rasa-rasa lain yang turut larut. Jadi tak usah kamu terus menerka. Jika memang
dia memiliki perasaan terhadapmu, maka ia akan memperjuangkanmu dengan cara
yang dicintai-Nya.. jika tidak, mungkin rasa itu tidak murni karena-Nya. Atau,
mungkin saja Allah masih belum mengizinkan waktu itu tiba. Tidak usah larut
dalam penantian. Karena setiap teka-teki, jika sudah waktunya terjawab, pasti
akan terjawab dengan benar. Tidak bisa disatu sisi saja. Ia saling terhubung
satu sama lain. Jadi, jika kamu bukan jawaban dari teka-teki perasaannya, atau
jika dia bukan jawaban dari teka-teki perasaanmu, itu sesederhana memang bukan
begitu jawaban teka-tekinya. Tidak akan bisa. Dan tidak usah disesali. Allah
sudah mengaturnya. Ikuti saja cara-Nya”.
Begitulah kalimat panjang yang ditulis
Ahimsa Azaleaz dalam bukunya yang berjudul “Teka-Teki Rasa”. Novel kedua setelah
“Ayat-Ayat Cinta” yang mampu membuatku enggan untuk tidak menyelesaikannya dalam
waktu sehari. Keren. Tenang aja, ga bikin baper kok! Malah bikin yakin bahwa
tidak ada yang tidak mungkin. Meski hanya sebuah fiksi, banyak hikmah
didalamnya. Ah, keren deh pokoknya. Buku ini cocok untuk semua kalangan. Buat
para single lillah yang mengatasnamakan dirinya “Josh” (Jomblo Sampai Halal). Buat
para galauers yang (mungkin) sedang patah hati ditinggal pergi “jodoh
yang tertukar”. Atau, buat mereka yang diam-diam menyimpan rasa tapi lebih
memilih untuk tidak mengungkapkannya. Semoga kisah kita semua berakhir bahagia
seperti kisah tokoh Hasna dan Hafiz dalam “Teka-Teki Rasa”. Teman lama yang
memiliki rasa yang sama, tapi lebih memilih diam dalam ketidakpastian daripada
mencipta kepastian tapi belum siap mempertanggungjawabkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar